Dengan cinta, siapapun bisa menjadi penyair. Anda boleh
menanggapi kalimat itu dengan ringan hati sebagaimana mereka yang hanya
berpuisi ketika perasaan berbunga-bunga. Tetapi, tidak semua puisi cinta
bermuara pada trivia. Puisi-puisi yang ditulis oleh para imam sufi kerap menukik
pada persoalan-persoalan esensial tentang cinta yang ilahiah melalui penggunaan
berbagai metafor tentang percumbuan, dan percintaan. Pada kesempatan yang lain,
puisi cinta bisa menjadi sangat liris tanpa kehilanga kedalaman. Tanka Kala
Ramesh yang saya kutip di bawah ini adalah salah satu contohnya.
love
is an oasis
you say...
or does our thirst
play tricks on us?
Tanka itu saya temukan beberapa waktu silam saat memastikan
publikasi naskah saya di blog sindikasi Akita Haiku Network yang dikelola oleh,
Hidenori Hiruta. Naskah yang sama kembali saya temukan di galeri tanka di situs
yang dikelola oleh Michael Mc Clintock, Mariko Kitakubo, Amelia Fielden, Tom
Clausen, Jeanne Emrich dan Margareth Chula.
Meskipun ditulis dengan gaya minimalis, tanka itu menunjukkan
penguasaan Ramesh yang sangat baik terhadap teknik penulisan tanka. Padahal,
menurut saya, Ramesh mengawali tankanya dengan sebuah pemerian cinta terasa
klise. Cinta, sebuah oasis.
love
is an oasis
you say...
Ketika berhenti membaca di akhir baris kedua, saya menangkap
banyak hal dari "cinta" yang memabukkan, sekaligus dirindukan.
Diperikan sebagai oasis, yang memberi refuge, memberi jeda pada perjalanan yang
melelahkan. Pada tingkatan yang lebih spiritual, ia adalah jalan sufi untuk
mencapai pembebasan. Lalu, oasis macam apakah yang dimaksud Ramesh? Oasis
yang mendamaikan, menenteramkan, memberikan sejuk penawar dahaga?
Setelah membaca sejumlah karyanya, saya menangkap muatan
romantisisme pada Ramesh. Namun, saya belum menemukan catatan yang menunjukkan
Ramesh menulis tanka ini sebagai sebuah alusi, sekalipun tiga baris pertama itu
mengingatkan saya pada Le Voyage milik Charles Baudelaire. Pada akhir bait
pertama Bagian VII Le Voyage, penyair Perancis romantik abad 19
itu menulis "Une oasis d'horreur dans un désert d'ennui!" A
pool of dread in the desert of dismay. Apakah oasis yang dimaksud Ramesh adalah
a pool of dread? Sebuah genangan penuh horor di tengah berbagai kekecewaan yang
harus dilalui dalam hidup seperti teks Baudelaire? Sepertinya Ramesh tidak
sedang menggurui kita dengan sebuah jawaban. Ia membiarkan pembaca menemukan
sendiri oasis-nya. Di titik inilah kita bisa menangkap berlapis-lapis
makna yang ada dalam tanka Ramesh itu.
does our thirst
play tricks on us?
Pada dua baris terakhir, Ramesh seperti mengingatkan kita
mengenai cinta yang ilusif, sekaligus dipersepsikan secara salah. Apakah cinta?
Cinta memberikan kesejukan, atau justru horor seperti oasis Baudelaire? Apakah
cinta selalu menyejukkan? Di sinilah kita menemukan arti yang berlapis-lapis
itu. Semakin kita menelusuri jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, kita
mungkin akan sampai di ujung yang berbeda-beda. Selain makna yang
berlapis-lapis itu, kita menemukan betapa pintar Ramesh bermain dengan teks dan
teknik penulisan terlihat sederhana namun sebenarnya rumit. Lihatlah bagaimana
ia memulai dengan kata love dan oasis yang menggoda kita dengan makna
yang berlapis-lapis itu. Dan, di dua baris terakhir ia memberi kita teks yang
menggelitik berbagai pertanyaan; apakah cinta sebuah oasis yang nyata? Apakah
yang memberikan sensasi itu adalah cinta? Apakah rasa haus
(thirst) berlebihan yang membuat kita menganggap semua yang indah adalah
cinta?
Sebagaimana rasa haus berlebihan karena dehidrasi, keinginan
yang sangat bisa menurunkan kemampuan kita menafsirkan dan membuat kalkulasi
atas sesuatu. Pada kasus cinta yang romantis, menurut laporan Psychology
Today, lovers are often blind to the beloved's negative traits and tend to
create an idealized image of the beloved. Seseorang yang dilanda cinta,
cenderung lebih fokus pada hal-hal yang indah, baik dan ideal pada subjek yang
dicintai. Tidak jarang, idealisasi terhadap subjek itu sampai pada tingkat yang
fiksional, yang tidak nyata, condong pada sesuatu yang ada dalam ekspektasi
daripada yang dihadapi dalam realitas.
Pada tanka itu, Ramesh bermain dengan asosiasi antara oasis
dengan cinta yang ilusif, dengan mirage yang lazim tertangkap oleh mata di
dataran panas di bawah terik matahari. Pada seseorang yang melakukan perjalanan
siang di gurun, misalnya, mirage kerap terlihat sebagai genangan air
atau perigi pada sebuah oasis. Dan, sebagai gejala optikal, mirage adalah
fenomena yang nyata, sebagai akibat dari pembelokan berkas cahaya oleh benda,
udara atau partikel tertentu di atmosfer. Dalam kesadaran yang utuh, seseorang
tidak mudah mengalami kesalahan persepsi terhadap image yang terbentuk
oleh mirage. Namun, ketika kondisi tubuh lemah, otak yang kekurangan oksigen,
kesadaran yang menurun, bentuk-bentuk yang tercipta oleh mirage bisa
sangat meyakinkan.
Sejauh berhubungan dengan cinta, segala sesuatu bisa sangat
meyakinkan dan bisa juga sangat menipu. Dengan tanka yang ringkas, Ramesh
bicara sebanyak itu. Bahkan mungkin lebih. Dan bagi saya pribadi, ini adalah
tanka yang akan lama tinggal dalam ingatan.
Ramesh memiliki latar
belakang akademik ilmu sejarah, politik dan sastra Inggris. Selain itu, ia juga
seorang pemusik yang terlatih dalam tradisi musik Karnataka dan Hindustan. Ia
berkenalan dan langsung jatuh cinta kepada haiku pada tahun 2005. Sejak itu,
karirnya sebagai haikuist melesat cepat. Ia merebut berbagai penghargaan
internasional, naskah-naskahnya diterbitkan oleh berbagai jurnal haiku yang
disegani. Saat ini, ia menjadi editor haiku dan puisi pendek Muse India yang
dipimpin oleh Surya Rao.
No comments:
Post a Comment