Wednesday, January 9, 2013

Membaca haiku Anita Virgil: kesederhanaan, ironi dan jukstaposisi


Tanpa sengaja saya menemukan satu haiku yang tak kunjung membosankan meskipun berkali-kali saya baca. Haiku ini ditulis oleh Anita Virgil, dimuat di edisi pertama Modern Haiku, Winter 1969, halaman 10. 

Lighting the lamp
dusk
becomes night

Haiku ini benar-benar simplicity at its essence, terlihat dari strukturnya, pilihan katanya, maupun imageries yang terbentuk. Seperti dikatakan beberapa master, haiku is a poetry of common words, puisi dengan kata-kata yang biasa. Ia tidak bermegah-megah dengan diksi yang diambil dari kosakata seseorang dengan penguasaan 100.000 kata. Tingkat penguasaan itu, seorang rekan pernah bilang, adalah syarat untuk membaca karya klasik Shakespeare atau Dickens tanpa kesulitan. Tapi haiku Anita ini tidak menuntut kemampuan setingkat itu.

Selanjutnya, struktur haiku Anita juga biasa saja, dengan dua visual imageries yang membentuk kontras antara gelap (night) dan terang (light/lamp) dan peralihan antara keduanya (dusk). "Lighting the lamp" menjadi fragmen sedangkan "dusk" dan "becomes night" membentuk frasa yang tersambung sebagai satu kalimat sederhana. 

Jika baris 2 dan 3 ditulis dalam satu baris, pola konjungsinya akan sama dengan beris pertama. Namun, Anita sepertinya dengan sengaja memisahkan "dusk" dari "becomes night" untuk mendapatkan efek yang berbeda dibanding yang mungkin ditimbulkan oleh baris pertama. Selain memberi waktu jeda kepada pembaca di akhir baris kedua, Anita juga menjadikan "becomes night" lebih menonjol sebagai satu baris tersendiri. 

Meskipun sederhana dan minimalis --hanya 8 suku kata!-- haiku ini sangat masterful karena dalam kesederhanaannya Anita memadukan wordplay, pergeseran sensory image sekaligus menyodorkan ironi yang sering dijumpai tapi luput dari perenungan.

Pada haiku itu, Anita bermain dengan kata light dan night yang berima, kemudian dusk dan night yang sama ada di wilayah imaji visual. Suasana senja (dusk) yang ditandai oleh penurunan intensitas cahaya, dari siang yang penuh sinar matahari secara perlahan berubah menjadi remang-remang sebelum gelap sepenuhnya. "lighting the light" dan "dusk becomes night" adalah kontras yang muncul dari kemampuan Anita dalam memainkan teknik jukstaposisi.

Dengan pintar Anita menggunakan kata "light" dan "lamp" yang memberikan image mengenai kehidupan jauh dari wilayah urban, tanpa penerangan uar ruang yang cukup sehingga senja benar-benar menjadi jembatan antara terang (siang) dan gelap (malam). Ia tidak menggunakan "turn on" atau "switch on" dan "light" yang mengesankan adanya jaringan listrik yang urban dan mudah diasosiasikan dengan peneranghan luar ruang yang memadai. Bisa jadi, ide haiku ini datang saat Anita sedang ada di countryside, di pinggiran California, atau di tempat lain yang pada masa itu belum tercukup kebutuhan penerangannya oleh jaringan listrik. 

Sekarang, mari kita lihat isinya. Haiku ini secara tekstual menggambarkan datangnya cahaya (lighting the lamp) yang justru dikuti oleh hilangnya cahaya sehingga yang remang berubah menjadi gelap (dusk becomes night). Datangnya cahaya justru diikuti oleh datangnya kegelapan? Bukankah ini ironi? Ironi ini, bisa jadi akan muncul juga jika penanda waktunya kita ubah. Bukan senja, melainkan fajar (dawn). 

blowing the lamp
at dawn 

daylight

Buat saya, Anita seperti mengajak kita untuk berfikir mengenai sesuatu yang kita lakukan namun yang terjadi kemudian justru melawan esensi dari tindakan itu. Haiku itu mengingatkan saya pada pertanyaan-pertanyaan ini, "membunuh untuk menyelamatkan", "menggusur untuk membangun", "sangat mencintai tanpa ingin berbagi" dan berbagai pertanyaan sejenis.

Pertanyaan-pertanyaan itu saya yakin pernah terlintas di benak kita, entah kapan di masa lalu. Dan, Anita membangkitkan pertanyaan semacam itu, dengan cara yang sangat sederhana, dari sebuah momen yang sederhana pula. Kesederhanaan dan kedalaman semacam itu yang membuat haiku Anita Virgil melampaui visual imageries yang ditampilkannya.

No comments:

Post a Comment